AMAKELE

AMAKELE
Lando Punk

Minggu, 05 Agustus 2012

HUBUNGAN GANDONG RUMAHKAY-RUTONG (AMALOPU)


AMALOPU GANDONG

Amakele Lorimalahitu - Lopurisa Uritalai
Amakele Lorimalahitu ee . . . . . zaman dulu diwaktu Datuk moyang ee . .
Merupakan satu kampung yang kecil . . . di pedalaman pulau Seram . . . ee . .
Menurut tuturan . . . moyang tua-tua . . . sudah jadi satu peristiwa . .
Jadi satu . . . satu keluarga . . . Dua basudara . . . buatkan gosepa . .
Lalu lari tinggal Amakele . . . sio sayang ee . .
Moyang Kakerisa . . . dan moyang Corputty . . . tinggal anyo-anyo, arus bawa ee . .
Ombak pukul ee . . . terdampar dipinggir pantai . . . pinggir pantai . . . Lopurisa ee . .
Kakerisa . . . ganti nama . . . jadi Maspaitella . . . Corputty ganti jadi Talahatu . .
Satu nama baru, sekarang berpancaran, turun-temurun jadi Lopurisa . .
Inilah . . . jalannya sejarah . . . hubungan Gandong . . . Amakele-Lopurisa . .
Rumahkay-Rutong . . . bukan lagi Pela . . . tapi jadi Gandong . . . Adik-Kakak . .
Sungguh manise . . . su talalu manise . .
Hidup Gandong Adik-Kakak . . . su talalu manise . .

(kapata atau lagu yang menceritakan hubungan gandong AMALOPU)

            Negeri Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) memiliki ikatan persaudaraan (GANDONG) dengan Negeri Rutong (Lopurisa Uritalai) di pulau Ambon. Menurut penuturan dari orang tua-tua adanya hubungan Gandong dengan Negeri Rutong itu sebagai berikut :

Awal mula Datuk Corputty, Kakerissa dan Atapary tiba dinegeri Rutong
            Pada saman dahulu dua orang basudara yaitu moyang  Corputty dan moyang Kakerisa membuat pelanggaran adat yang sangat fatal, yang mana ancaman hukumannya adalah hukum pancung. Karena takut atas ancaman hukuman tersebut, ke dau moyang tersebut bermufakat untuk lari meninggalkan negeri AMANHATUA (Negeri Lama). Setelah sepakat mereka berdua pergi ke dusun  wai-yoho  dan kemudian membuat gosepa (rakit) dari gaba-gaba, sebagai tiang layar mereka lalu memotong tiang dari pohon  mange-mange. Sebatang buluh di ambil untuk dijadikan galah, lalu membuat panggayo dari waa (kulit atau bagian luar dari pohon  sagu yang isi batangnya sudah diambil untuk dibuat tepung sagu). Untuk perbekalan dibawanya sagu molat dan sagu tuni, lalu dinaikkan sebuah batu untuk dijadikan sauh. Pada saat mereka membuat gosepa datanglah seorang anak (Atapary) menjumpai mereka, karena takut jangan sampai Atapary mengatakan hal rencana pelarian mereka kepada rakyat  yang lain, mereka lalau membujuk Moyang Atapary untuk ikut pergi bersama mereka. Karena bujukan ini moyang Atapary pun ikut berlayar pergi bersama mereka. setelah gosepa siap mereka pun berangkat tanpa tujuan yang pasti. diaatas gosepa Moyang Kakerissa yang memegang kemudi, MoyangCorputty yang dihaluan sedangkan Moyang Atapary yang masih anak – anak tinggal duduk di gosepa saja.
Hari demi hari pun berlalu ketiga Moyang tersebut tinggal any-anyo di terpa panas siang hari dan dinginnya malam, tanpa ada tujuan yang pasti kemana mereka harus berlabuh. Sampai satu hari mereka terdampar  dan singga di pantai negeri Rutong lalu Moyang Corputty berkata kepada Moyang Kakerisa  :
MAE LO RUA KA TELLA URETE(mari kita dua singgah ke darat). “MAE KA TELLA”  dari kalimat ini maka Moyang Kakerisa mengganti nama menjadi MASPAITELLA, dan kemudian menurunkan mata ruma MASPAITELA sampai sekarang. Setelah gosepa sampai ke air dangkal Moyang Kakerissa berkata kepada Moyang Corputty: TALA HATU NA (Tendang batu itu), dari kalimat ini maka Corputty berganti nama menjadi TALAHATU, dan menurunkan mata Ruma TALAHATU sampai sekarang. Atapary lalu berganti nama menjadi Telapary, dan selanjtnya menurunkan mata rumah Telapary di Rutong. Lalu Moyang Corputty dan Moyang Kakerissa tiba dekat SAPALOA (air minum sisa) yaitu pelabuhan dari keluarga Lessy Titanusahuhung, mereka disambut oleh Moyang Lessy. Mereka ber-galah masuk ke pelabuhan dimuara sungai Waihula (air laki-laki). lalu Datuk Lessy berkata: mae Upu ka rutui (mari bapak katong berkumpul) Pada saat penyambutan para Moyang dari ke dua Negeri saling memberikan pinang dan siri untuk dimakan yang diberikan lewat ujung parang. Adapun tempat mereka berkumpul dibuat tumpukan batu yang bernama Hatu Rutui (artinya: tumpukan batu), lalu kata Rutui ini berubah menjadi Rutong hingga saat ini. Ditempat mereka berkumpul. Parang perang mereka dipotong pada pohon kedondong itulah arti kata dari Lopurisa Uritalai.

 


proses pelepasan gandong adik untuk balik ke Rutong setelah melakukan pekerjaan bersama penyusunan batu bata Gereja Baru Rumahkay (Gereja Sion) Rumahkay 21 Juli 2012

Selanjutnya Moyang dari negeri Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) turun dari gosepa, mencabut tiang layarnya. dan menancapkan tiang layar tersebut dimuara sungai Waihula, kemudian tiang layar tersebut tumbuh menjadi pohon Mange-mange Kulitlawang, bambu yang dipakai untuk gala yang di buang kemudian tumbuh dan seiring berjalannya waktu, maka sekarang telah menjadi hutan bambu, Setelah itu Moyang Corputty dan Moyang Kakerissa menanam anak-anak pohon sagu yang dibawa dari negeri Rumahkay pada sekitar muara sungai Waihula dan sekitar muara sungai Ririnita (air perempuan) dan tumbuh menjadi hutan sagu sampai sekarang. Setelah Moyang Lessy bermusyawarah dengan Moyang Kakerissa, Corputty dan Atapary di ‘Hatu rutui’ (tempat musyawarah) yakni di pesisir pantai Rutung, barulah mereka diantar ke  Baileu negeri dengan disambut Cakalele oleh masyarakat Negeri Rutong. Kala itu masyarakat Rutong sudah menempati Negeri yang kedua di Amabuasa.

SEJARAH PENEMUAN IKATAN HUBUNGAN GANDONG
Pada tahun 1898 terjadilah gempa bumi dipulau Seram, pusat gempa terletak dilaut teluk Elpaputih dimuka negeri Amahei. Beberapa saat setelah malapetaka yang menimpa negeri Elpaputih itu. timbul ketegangan antara negeri Latu dengan negeri Rumahkay hal ini disebabkan karena permasalahan tanah perbatasan. Penduduk negeri Latu lalu meminta bantuan dari  negeri Aboru dan negeri Sumeit, untuk membantu mereka dalam perang melawan Negeri Rumahkay.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan Raja negeri Rumahkay saat itu  Pati Corinus Hallapiry, beliau berangkat ke Saparua untuk menemui wedana (controleur) dan meminta supaya memerintahkan orang-orang Aboru kembali kenegerinya di Haruku. Namun sebelum permintaan tersebut terlaksana, perang terbuka telah pecah! Pertempuran dimenangkan oleh negeri Rumahkay. Akhirnya Pati Corinus Hallapiry dijatuhi hukuman pengasingan keluar daerah Maluku yaitu Manado. Sebagian penduduk negeri Rumahkay beserta kepala soa Bp.Melkias Akerina ditahan Belanda di Saparua, disiksa dan dipaksa bekerja berat membuat Jalan Raya Sluis.
Hingga pada suatu ketika. tepat lonceng dibenteng Belanda Wyk By Duurstede berbunyi 12 kali yang menandakan pukul 12 malam, sipir rumah penjara itu Bp.Entjo yang berasal dari negeri Ihamahu membuka pintu penjara dan menyuruh semua tahanan yang berasal dari negeri Rumahkay untuk melarikan diri ke Ambon guna menuntut pengadilan yang lebih tinggi. Kemudian orang-orang Rumahkay yang melarikan diri itu berperahu kenegeri Ihamahu dan sekitarnya hingga tiba dinegeri Rumahkay. Dari negeri Rumahkay mereka berperahu kenegeri Passo, lalu ke Ambon. Setelah tiba di Ambon, mereka langsung melapor kepada Residen Maluku dikantornya.
Berita ditahannya orang-orang negeri Rumahkay di Ambon, terdengar oleh Raja negeri Rutong (Lopurisa Uritalai) yakni Bp.Jonas Maspaitella. Kemudian beliau dan orang-orang negeri Rutong pergi ke Ambon menemui rakyat Rumahkay yang ditahan Belanda.
Menurut cerita .ada 2orang dari negeri Rumahkay yang diperbolehkan tinggal dinegeri Rutong sampai selesai persidangan perkara mereka. Adapula cerita bahwa kabar ditahannya orang Rumahkay kemungkinan disampaikan oleh perantaraan Bp.Abraham Lawalata, yang saat itu ditahan karena dituduh menjadi pemimpin sewaktu terjadi perselisihan antara negeri Rutong dengan negeri Hutumuri mengenai batas daerah kedua negeri tersebut.
Selama rakyat Rumahkay ditahan di Ambon, mereka dikirimi makanan oleh penduduk negeri Rutong berupa sagu yang berasal dari dusun Hatoul-muring. Orang-orang yang berasal dari keluarga Maspaitella dan Talahatu dikerahkan untuk menokok (memukul) sagu untuk saudara-saudara dari Rumahkay yang ditahan itu. Setelah penduduk Rumahkay yang ditahan dipenjara Ambon itu dinyatakan bebas dari segala tuntutan, mereka segera pergi mengunjungi negeri Rutong untuk mengucapkan terima kasihnya atas segala bantuan yang telah diterimanya selama berada dalam tahanan di Ambon.
Saat dinegeri Rutong, barulah orang-orang negeri Rumahkay mendengar hikayat (cerita) bahwa nenek moyang penduduk negeri Rutong berasal dari negeri Rumahkay. Menurut cerita. Datuk atau moyang Kakerissa dan Corputty (Matua Ruhu Corputty) dari negeri Rumahkay tiba dinegeri Rutong pertama kali tahun 910 Masehi. Belakangan baru diketahui bukan Cuma Moyang Corputty dan Kakerisa yang datang ke Rutong tetapi juga Moyang Atapary. jadi ada tiga moyang yang datang ke Rutong. ketiga moyang tersebut meninggalkan NUSA INA, Tanah Para Datuk dan Lelurhur mereka bertiga. kepergian mereka ini untuk selamanya dan takan pernah kembali dan kerinduan ketiga Moyang orang sudara ini atas tanah kelahirannya terbayar kembali seiring dengan ditemukan hubungan gandong AMALOPU sehingga anak cucu dari ketiga moyang ini bisa datang ke tanah para leluhurnya untuk bertemu dengan semua orang basudara di Rumahkay. 
Setelah mengetahui adanya ikatan pertalian Dara antara kedua Negeri adi dengan kakak, maka hubungan gandong ini di resmikan pada tanggal 18  Maret 1941, oleh karenanya untuk mengenang dan mengingat akan tanggal peresmian ini maka Ritus panas Gandong AMALOPU selalu di laksanakan tiap 5 tahun pada tanggal 18 maret.

BEBERAPA RITUS PANAS GANDONG AMALOPU (AMAKELE-LOPURISA)
Panas Gandong merupakan ‘ritus adat’ antara dua negeri gandong, Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) dan Rutong (Loupurisa Uritalai) yang diselenggarakan tiap 5 tahun sekali, sesuai dengan pengelompokkan Pata (Kelompok) Lima, sebagai persekutuan (liga) adat kedua negeri.
Dalam tradisinya, kedua negeri ini mengakui sekandung (kakak-adik), karena itu sapaan yang biasa dikenakan kepada tiap anggota masyarakat adalah “gandong kaka” dan “gandong ade”. Jadi tiap orang Rutong menyapa saudara gandongnya, harus diawali dengan sebutan “gandong kaka…” baru menyebut namanya, sebaliknya juga demikian.

1.   Panasa Gandong AMALOPU 1974

pohon Mange-mange Kulitlawang yang menjadi saksi bisu hubungan gandong AMALOPU


penyambutan di negeri rutong. Gandong ade gendong Gandong kaka. panas gandong AMALOPU 1974


                               
Samua takumpul dalam kain gandong yang melambangkan kedua negeri adalah orang basudara kandung (AMALOPU 1974)

               
Oma – oma serta muda – mudi AMALOPU benryanyi sambil bergandengan tangan


                                
        Tari hula – hula dari jujaro Rumahkay
      
           
Tari lengso dari perempuan Rutong


2.   Panas Gandong 1980
Ritus Panas Gandong tahun 1980, adalah yang terakhir dalam kurun waktu 1980-an, beberapa kali perencanaan panas gandong di tunda karena terkait beberapa hal diantaranya belum terbentuknya pemerintahan dari sala satu atau ke dua negeri orang basudara, masalah keamanan dan lain – lain.


 
anak-anak Rutong

Gambar ini adalah gambar anak-anak SD Negeri Rutong yang sedang menanti kedatangan gandong kaka di jalan depan sekolah, sambil mendendangkan lagu Penyambutan berjudul “Hidop Gandong” Melodi & Syair diciptakan oleh Frans Pesulima:

Syairnya:

Dengan gembira kami sambut gandong eee
Ya lima tahun kita telah bercerai
sekarang kita kembali baku dapa
sio sungguh manis pri hidup gandong eee
Reef.
Gandong eeee (gandong eee)….gandong eeee
Mengarung laut sengsara badan eee
Si gandong (sio gandong)
Potong di kuku rasa di daging eee
Hidop ade kaka


3.   Panas Gandong 1995
            Panas gandong 1995 adalah yang terakir dari ritus panas gandong yang dilakukan oleh kedua negeri basudara sampai sekarang. Hal ini disebabkan karena terjadi tragedi kemanusiaan di Maluku pada 19 januari 1999 yang berlarut – larut sampai denngan awal 2004. Selanjutnya rencana Panas gandong di tunda terus karena alsan belum selesainya Pembangunan Gedung Gereja Baru Rumahkay yang begitu banyak memakan Dana dan tenaga, serta belum terbentuknya pemerintahan di negeri gandong ade (Rutong)

          
Gereja baru Rumahkay yang sementara dibangun

 
Moyang Corputty saat bertemu dengan Moyang Lessy
Gambar ini adalah prosesi adat dimana Moyang Corputty datang untuk bermusyawara dengan Moyang Lessy yang dilanjutkan dengan jamuan makan sirih yang di kasi melalui ujung parang oleh moyang dari kedua negeri (AMALOPU).


 biar putus tanjong langgar lautan
 tapi seng akan putus katong pung hubungan gandong
seng akan langgar sumpa Datuk-Datuk
potong di kuku rasa di daging
sagu salempeng di pata dua
ale rasa - beta rasa  katong dua satu dara
su talalu manis lai e
hidup orang sudara
mari katong jaga akang bae-bae AMALOPU lebe bae